Minggu, 13 Januari 2013

Islam Rahmatan lil Alamin


Penyebaran Islam di bumi nusantara ini melalui jalan Perdagangan, Kesenian, Perkawinan, Tasawuf, Pendidikan, dan Politik yg dilakukan oleh ulama penyebar dr Gujarat, Iran, Yaman, Campa, India, Arab, China, Arabia Selatan. 

Pernahkah terpikirkan, ulama yg berkualitas sptri apa yg menyebarkan islam di Indonesia dgn damai? Dgn kata lain, mempunyai pengetahuan agama sperti apa sehingga mrk berhasil? Sdh setingkat apa, metode apa yg digunakan, pendekatan sosial masyarakatnya sprti apa dll? 

Ternyata mrk bukan ulama ecek2, bukan ulama yg hanya hapal atau menitikberatkan mad thabii, mad badal, atau fi'il madhi, fi'il mudhari, fi'il amr, isim maqshur, isim manqush, isim ghair munsharif, yg banyak mengoleksi istilah2 agama, pandai public speaking dll, tp jelas mereka seorg sufi, mrk ulama cerdik, cerdas menggunakan akal, intuisi, dan tentu bimbinganNya. 

Ulama sufi membolehkan semua perbuatan, kecuali ada dalil Alquran dan hadist yg melarangnya. Ulama sufi dengan prinsip Tasawuf mampu menyinergikan ajaran Islam dgn tradisi nusantara. Proses asmilasi dan bahkan sinkretisasi ajaran agama sbgmna terjadi di nusantara, hanya mungkin terjadi ketika Islam disiarkan oleh kalangan ulama Tasawuf yg sangat longgar dlm menyampaikan pemahaman agama kpd masyarakat dibanding ulama fiqih yg cenderung skripturalis. 

Maka jelas sekali bukan ulama yg sibuk menyeragamkan pendapat, atau ulama yg lbh senang berkutat pada kulit agama, meributkan istilah, simbol, yg bukan membicarakan isi atau esensi agama islam 

Apa mungkin dlm penyebarannya, ulama penyebar agama islam mengatakan pd calon mualaf bahwa dalam agama islam Tuhan itu HARUS disebut Allah SWT, sembahyang itu HARUS diucapkan sholat, puasa itu HARUS shaum, atau mengancam, "eh... nanti dlm Islam ada amalan puasa dlm bulan tertentu, tp bila ada yg membuka warung pd siang hari mk kami akan memaksa menutup bahkan berhak mengobrak abrik", hehe sy yakin, bila hal ini dikemukakan pd saat awal penyebaran Islam akan ditolak mentah2 oleh bumi pertiwi ini, apalagi di Indonesia sendiri sdh bnyk penduduk yg beragama Buddha, Hindu, Kejawen, Kapitayan dll. 

Islam bisa diterima baik di Indonesia salah satu penyebabnya krn caranya, ya.. caranya yg damai, bukan pemaksaan, apalagi intimidasi. 

Ulama sufi penyebar agama malah tdk mempermasalahkan hal sepele tsb, tdk hrs Tuhan disebut Allah, tdk hrs sembahyang disebut sholat, puasa dgn shaum dll, sehingga msh bnyk dlm masyarakat Islam kita temukan, mrk menyebutnya dgn sebutan Gusti, Pangeran dll, puasa, sembahyang ini krn kecerdikan para ulama penyebar agar mudah penetrasi pemahaman keagamaan ke dalam kehidupan yg sdh terbentuk ini, ulama sufi lbh menitikberatkan Pengenalan pd diri, yg berujung mengenal Tuhannya, Marifatullah, Man Arafa Nafsahu Faqad Arafa Rabbahu. 

Kita lupa, sebenarnya strategi ini jg digunakan oleh Nabi Muhammad, Nabi sbg penyebar agama Islam, tdk memaksakan nama Tuhan dgn nama baru, tetap Allah, dimana diketahui Nama Allah sdh dikenal sejak jaman Arab kuno sebagai Dewa Kebapa'an, begitu jg gerakkan sholat, sdh ada sblm agama Islam lahir, ritual haji dll. 

Kembali pd penyebaran Islam di nusantara, timbullah masalah ketika beberapa dasawarsa ini muncul suatu paham dimana paham yg sgt kaku, sangat skripturalis dimana kulit lbh diutamakan drpd isi, lbh sibuk menilai ibadah org lain drpd menilai ibadah sendiri, meributkan istilah, sembahyang hrs sholat, Tuhan hrs Allah, dll, yg ttp buka warung di bln puasa hrs tutup paksa kalau perlu diobrak abrik, mengharamkan menghormati bendera, malah melarang beragama mempergunakan akal, heehe sungguh ironis sekali. 

Mrk ini tdk tahu sejarah penyebaran agama Islam di Indonesia dgn apa, dan bgm, perjuangannya sprti apa, malah cenderung menyalahkan, ya mrk hidup ratusan tahun stlh Islam berkembang di sini, kalau mrk mau belajar dr sejarah, mk mungkin hal sepele tsb sdh bukan masalah. 

Inti ajaran Islam dilupakan, tdk mengejar lg dalil Innalilahi wa inna ilaihi rojiun, beragama tdk sekedar tahu dalil, keterangan, pandai baca Alquran, lalu dgn gagah melihat keluar diri, extraversi, mana nih yg tdk sepaham dgn AKU, yg akhirnya berbeda pendapat langsung disebut salah, sesat, kafir hehe tdk segampang itu kesadaran spiritual berkembang, kalau direnungkan, bgmn mau berkembang rohani seseorg, wong ada cobaan, ujian dlm menjalankan ibadah puasa sj tdk mau, segala sesuatu yg menjadi ujian, cobaan, godaan dlm beribadah diterima dgn hawa nafsu, lalu diakhir puasa disebut hari kemenangan, kemenangan dr mana? Ujiannya saja tdk mau dilalui. 

Padahal apabila kita lbh concern pd peningkatan kualitas spritual diri sendiri, introversi, drpd sibuk menilai ibadah orang lain sebenarnya janji Allah akan tiba bahwa akan tercipta suatu tatanan kehidupan yg rahmatan lil alamin sesuai tujuan Islam itu sendiri. Damai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar