Minggu, 13 Januari 2013

Kisah nyata Dialog Ulama Ahlu Sunah dan Ulama Wahabi di Masjid Haram Mekah


''Dialog Publik di Masjidil Haram Mekah antara Sayyid Alwi bin Abbas Al Maliki /Ulama Ahlu Sunah Wal Jama'ah/Ayahandanya Sayyid Muhammad bin Alwi Al Maliki dan Syaikh Abdurahman bin Nasir Al Sa'diy atau Ibnu Sa'diy/Gurunya Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin salah satu Mufti Saudi dan Ulama Wahabi.''

Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin–ulama Wahhabi kontemporer diSaudi Arabia yang sangat populer dan kharismatik-, mempunyai seorang guruyang sangat alim dan kharismatik di kalangan kaum Wahhabi, yaitu SyaikhAbdurrahman bin Nashir al-Sa’di. Ia dikenal dengan julukan Syaikh Ibnu Sa’di. Iamemiliki banyak karangan, di antaranya yang paling populer adalah karyanyayang berjudul, Taisir al-Karim al-Rahman fi Tafsir Kalam al-Mannan, kitab tafsirsetebal 5 jilid, yang mengikuti paradigma pemikiran Wahhabi. Tafsir ini dikalangan Wahhabi menyamai kedudukan Tafsir al-Jalalain di kalangan kaumSunni.

Syaikh Ibnu Sa’di dikenal sebagai ulama Wahhabi yang ekstrem. Namundemikian, terkadang ia mudah insyaf dan mau mengikuti kebenaran, darimanapun kebenaran itu datangnya.

Suatu ketika, al-Imam al-Sayyid ‘Alwi bin Abbas al-Maliki al-Hasani (ayahanda al-Sayyid Muhammad bin ‘Alwi al-Maliki) sedang duduk-duduk di serambi MasjidilHaram bersama murid-muridnya dalam halaqah pengajiannya. Di bagian lainserambi Masjidil Haram tersebut, Syaikh Ibnu Sa’di juga duduk-duduk bersamaanak buahnya. Sementara orang-orang di Masjidil Haram sedang larut dalamibadah. Ada yang shalat dan ada pula yang thawaf. Pada saat itu, langit di atasMasjidil Haram diselimuti mendung tebal yang menggelantung. Sepertinyasebentar lagi hujan lebat akan segera mengguyur tanah suci umat Islam itu.Tiba-tiba air hujan itu pun turun dengan lebatnya. Akibatnya, saluran air di atasKa’bah mengalirkan air hujan itu dengan derasnya. Melihat air begitu deras darisaluran air di atas kiblat kaum Muslimin yang berbentuk kubus itu, orang-orangHijaz seperti kebiasaan mereka, segera berhamburan menuju saluran itu danmengambil air tersebut. Air itu mereka tuangkan ke baju dan tubuh mereka,dengan harapan mendapatkan berkah dari air itu.

Melihat kejadian tersebut, para polisi pamong praja Kerajaan Saudi Arabia, yangsebagian besar berasal dari orang Baduwi daerah Najd itu, menjadi terkejut danmengira bahwa orang-orang Hijaz tersebut telah terjerumus dalam lumpurkesyirikan dan menyembah selain Allah subhanahu wa ta’ala dengan ngalapbarokah dari air itu. Akhirnya para polisi pamong praja itu menghampirikerumunan orang-orang Hijaz dan berkata kepada mereka yang sedangmengambil berkah air hujan yang mengalir dari saluran air Ka’bah itu, “Haiorang-orang musyrik, jangan lakukan itu. Itu perbuatan syirik. Itu perbuatansyirik. Hentikan!” Demikian teguran keras para polisi pamong praja kerajaanWahhabi itu.

Mendengar teguran para polisi pamong praja itu, orang-orang Hijaz itu punsegera membubarkan diri dan pergi menuju Sayyid ‘Alwi yang sedang mengajarmurid-muridnya di halaqah tempat beliau mengajar secara rutin. Kepada beliau,mereka menanyakan perihal hukum mengambil berkah dari air hujan yangmengalir dari saluran air di Ka’bah itu. Ternyata Sayyid ‘Alwi membolehkan danbahkan mendorong mereka untuk terus melakukannya.Menerima fatwa Sayyid ‘Alwi yang melegitimasi perbuatan mereka, akhirnyauntuk yang kedua kalinya, orang-orang Hijaz itu pun berhamburan lagi menujusaluran air di Ka’bah itu, dengan tujuan mengambil berkah air hujan yang jatuhdarinya, tanpa mengindahkan teguran para polisi Baduwi tersebut. Bahkan ketikapara polisi Baduwi itu menegur mereka untuk yang kedua kalinya, orang-orangHijaz itu menjawab, “Kami tidak peduli teguran Anda, setelah Sayyid ‘Alwiberfatwa kepada kami tentang kebolehan mengambil berkah dari air ini.”Akhirnya, melihat orang-orang Hijaz itu tidak mengindahkan teguran, para polisiBaduwi itu pun segera mendatangi halaqah Syaikh Ibnu Sa’di, guru mereka.Mereka mengadukan perihal fatwa Sayyid ‘Alwi yang menganggap bahwa airhujan itu ada berkahnya. Akhirnya, setelah mendengar laporan para polisiBaduwi, yang merupakan anak buahnya itu, Syaikh Ibnu Sa’di segera mengambilselendangnya dan bangkit berjalan menghampiri halaqah Sayyid ‘Alwi.Kemudian dengan perlahan Syaikh Ibn Sa’di itu duduk di sebelah Sayyid ‘Alwi.Sementara orang-orang dari berbagai golongan, berkumpul mengelilingi keduaulama besar itu. Mereka menunggu-nunggu, apa yang akan dibicarakan olehdua ulama besar itu.

Dengan penuh sopan santun dan etika layaknya seorang ulama besar, SyaikhIbnu Sa’di bertanya kepada Sayyid ‘Alwi: “Wahai Sayyid, benarkah Andaberkata kepada orang-orang itu bahwa air hujan yang turun dari saluran air diKa’bah itu ada berkahnya?”

Mendengar pertanyaan Syaikh Ibn Sa’di, Sayyid ‘Alwi menjawab: “Benar.Bahkan air tersebut memiliki dua berkah.”Mendengar jawaban tersebut, Syaikh Ibnu Sa’di terkejut dan berkata:“Bagaimana hal itu bisa terjadi?”Sayyid ‘Alwi menjawab: “Karena Allah subhanahu wa ta’ala berfirman dalamKitab-Nya tentang air hujan:

“Dan Kami turunkan dari langit air yang mengandung berkah.” (QS. 50 : 9).Allah subhanahu wa ta’ala juga berfirman mengenai Ka’bah:

“Sesungguhnya rumah yang pertama kali diletakkan bagi umat manusia adalahrumah yang ada di Bekkah (Makkah), yang diberkahi (oleh Allah).” (QS. 3 : 96).

Dengan demikian air hujan yang turun dari saluran air di atas Ka’bah itu memilikidua berkah, yaitu berkah yang turun dari langit dan berkah yang terdapat padaBaitullah ini.”

Mendengar jawaban tersebut, Syaikh Ibnu Sa’di merasa heran dan kagumkepada Sayyid ‘Alwi. Kemudian dengan penuh kesadaran, mulut Syaikh IbnuSa’di itu melontarkan perkataan yang sangat mulia, sebagai pengakuannya akankebenaran ucapan Sayyid ‘Alwi: “Subhanallah (Maha Suci Allah), bagaimanakami bisa lalai dari kedua ayat ini.”

Kemudian Syaikh Ibnu Sa’di mengucapkan terima kasih kepada Sayyid ‘Alwi danmeminta izin untuk meninggalkan halaqah tersebut. Namun Sayyid ‘Alwi berkatakepada Syaikh Ibnu Sa’di: “Tenang dulu wahai Syaikh Ibnu Sa’di. Aku melihatpara polisi baduwi itu mengira bahwa apa yang dilakukan oleh kaum Muslimindengan mengambil berkah air hujan yang mengalir dari saluran air di Ka’bah itusebagai perbuatan syirik. Mereka tidak akan berhenti mengkafirkan danmensyirikkan orang dalam masalah ini sebelum mereka melihat orang sepertiAnda melarang mereka. Oleh karena itu, sekarang bangkitlah Anda menujusaluran air di Ka’bah itu. Lalu ambillah air di situ di depan para polisi Baduwi itu,sehingga mereka akan berhenti mensyirikkan orang lain.”Akhirnya mendengar saran Sayyid ‘Alwi, Syaikh Ibnu Sa’di segera bangkitmenuju saluran air di Ka’bah. Ia basahi pakaiannya dengan air itu, dan ia punmengambil air itu untuk diminumnya dengan tujuan mengambil berkahnya.Melihat tindakan Syaikh Ibnu Sa’di ini, para polisi Baduwi itu pun akhirnya pergimeninggalkan Masjidil Haram dengan perasaan malu.

Kisah ini disebutkan oleh Syaikh Abdul Fattah Rawwah, dalam kitab Tsabat(kumpulan sanad-sanad keilmuannya). Beliau murid Sayyid ‘Alwi al-Maliki dantermasuk salah seorang saksi mata kejadian itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar